“Salam pramuka!” begitu khas seruan yang biasa diucapkan anggota pramuka saat akan menyapa dan bertatap muka ataupun mengawali sambutan. Sayang, salam khas itu kini sayup terdengar. Remaja kini lebih menikmati serbuan hiburan bahkan permainan modern.
“Hari gini pramuka,” demikian komentar seorang siswa SMP ketika ditanya SH perihal pramuka. Ia ditemui di bilangan Pasarbaru, Jakarta Pusat, Kamis (11/8) siang.
Siswa yang mengaku bernama Wawan itu mengatakan bahwa di sekolah memang ada kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Namun, dia tidak ikut karena kini banyak kegiatan untuk mengisi waktu yang menarik seperti futsal, nimbrung “biker” dengan rekan-rekan sekolahnya, main PlayStation (PS) atau ngendon di warung internet hingga larut malam.
Kalau toh ada kewajiban menggunakan seragam pramuka, menurut siswa kelas VIII sebuah SMP Negeri di bilangan Kemayoran, hal itu semata-mata karena pihak sekolah mengancam memberi sanksi jika tidak mengenakannya. Akhirnya, ia pun mengenakan pakaian seragam pramuka setiap Rabu.
Lain lagi Saskia. Siswa kelas delapan SMP Negeri 86 di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan ini mengaku ikut kegiatan pramuka karena bertemu dengan banyak teman. Pertemanan itu terus berlanjut dalam Facebook.
”Saya senang bergaul dengan banyak teman, dan pramuka memberikan peluang itu,” tuturnya. Hingga kini dia masih mengikuti kegiatan pramuka setiap Sabtu siang.
Pramuka tidak dilirik lagi terlihat ketika SH menyambangi gedung Gerakan Pramuka Kwartir Nasional (Kwarnas) di Gambir, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (11/8).
Semasa Presiden Soeharto, gedung berbentuk tunas kelapa itu ramai dikunjungi remaja yang membeli atribut pramuka, seperti tanda tutup kepala, kacu, cincin kacu, seragam pramuka, kaus kaki hitam pramuka, hingga papan nama. Namun, kini pemandangan itu tinggal kenangan.
“Dulu setiap Senin hingga Kamis hampir tidak ada waktu untuk makan siang karena melayani orang membeli atribut pramuka,” tutur Parmono, pegawai kedai Kwarnas Nasional.
Parmono yang sudah bekerja sejak 1986 mengaku tidak tahu mengapa sepi pengunjung, terutama dari kalangan anak-anak dan remaja. Kondisi serupa juga diamini rekan-rekan Parmono lainnya. ”Suasana sekarang beda jauh dengan dulu. Sangat beda,” timpal seorang karyawan lain yang tidak bersedia ditulis namanya.
Dia menambahkan, karena kesulitan dana operasional Gedung Kwarnas, kini dua lantai gedung itu disewakan pada pihak Pertamina. Berdasarkan pengamatan SH, kini di aula gedung bawah itu tidak terpampang lambang tunas pramuka, tapi telah berubah jadi logo Pertamina.
Kini Gerakan Pramuka tidak laku di kalangan remaja. Padahal, Gerakan Pramuka yang secara resmi diperkenalkan pada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 itu mampu membentuk kecintaan terhadap tanah air, serta dapat membentuk karakter luhur.
Serbuan Permainan Modern
Andalan Nasional Gerakan Pramuka, Berthold Sinaulan, kepada SH, mengakui bahwa saat ini muncul kesan pramuka kurang diminati anak-anak remaja. Ini karena serbuan alat-alat permainan modern.
Oleh karena itu, Gerakan Pramuka sejak 2006 direvitalisasi, di antaranya dengan memperbanyak alternatif kegiatan bagi kawula muda, sehingga mereka dapat memilih kegiatan pramuka yang sesuai dengan keinginan masing-masing.
Dalam upaya revitalisasi itu, Gerakan Pramuka juga memperkuat pendidikan budi pekerti dan kemandirian. “Kita berusaha agar anak-anak benar-benar merdeka dan bisa mengungkapkan idenya tapi dengan cara yang santun atau berbudi pekerti,” ujarnya.
Ia menyayangkan generasi muda sekarang yang cenderung mencontoh tingkah laku orang dewasa yang tidak santun. Seperti yang terkadang ditayangkan di televisi, di mana pada acara debat publik ada tokoh yang berbicara tidak santun. ”Anak muda bisa bilang, ‘Lho itu dia yang tokoh saja tidak ada sopan santunnya kok‘,” katanya.
Nilai-nilai budi pekerti itu juga disisipkan dalam acara-acara permainan pramuka. Ini agar melalui permainan mereka bisa belajar dengan cara yang menyenangkan.
Kepala Biro Abdimas dan Humas Kwarnas Gerakan Pramuka Nasional, Septembriyanti, kepada SH, Kamis (11/8) siang, mengatakan, kehadiran Gerakan Pramuka sangat penting dalam membentuk karakter anak bangsa.
Bahkan Pramuka Indonesia mendapat perhatian dunia, termasuk dalam Jambore Dunia yang berlangsung di Bumi Perkemahan Rinkaby, Kristianstad, Swedia sejak 27 Juli-8 Agustus 2011.
Hanya saja, lanjutnya, yang jadi persoalan dan harus menjadi perhatian adalah cara pelaksanaan di lapangan, di daerah-daerah dan di sekolah-sekolah.
Pihaknya membuat program-program yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada yang namanya jambore internet, jambore on the air, maupun yang berkaitan dengan global warming. Banyak hal yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
“Masalahnya sekarang banyak kegiatan dan pilihan sehingga setiap orang atau setiap sekolah tentu memilih yang sesuai keinginannya. Apalagi jika tidak mendapat dukungan dari pemimpin atau kepala sekolah,” ungkapnya.
Meski sekarang sudah ada Undang-Undang No 2 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, semua itu sangat tergantung pelaksanaan di lapangan.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, mengatakan, Kementerian Pendidikan Nasional mengharapkan sekolah-sekolah mengaktifkan kembali kegiatan pramuka. Ini karena pramuka adalah bagian dari pendidikan karakter yang akan membentuk watak jujur, cinta tanah air, pengorbanan, empati, dan cinta pada alam.
“Saya harap sekolah menghidupkan lagi Gerakan Pramuka, tapi kita tidak bisa memaksa. Karena ini sifatnya kesadaran, atas dasar guru dan sekolah. Tugas kita (pemerintah-red) merangsang, dan meningkatkan fasilitas yang mendorong kegiatan pramuka,” katanya.
Dikemukakan, pemerintah memberikan anggaran yang memadai untuk pengembangan pramuka, termasuk dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kementerian Pendidikan Nasional menyediakan anggaran Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk dana pelatihan.
Bahkan, mulai tahun depan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagian juga dialokasikan untuk pramuka di sekolah.
Masih Penting
Sejumlah anggota DPR menganggap keberadaan pramuka masih sangat penting untuk membangun karakter dan nilai kebangsaan di kalangan generasi muda. Jika selama ini terkesan tidak diminati remaja, kini saatnya Gerakan Pramuka perlu direvitalisasi.
Hal itu dikatakan anggota Komisi X DPR Dedy Gumelar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hetifah Sjaifudian dari Fraksi Partai Golkar (PG), dan M Hanif Dhakiri dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dedy yang dihubungi SH secara terpisah, Jumat (12/8), mengatakan, Gerakan Pramuka saat ini kian luntur atau tidak diminati kalangan generasi muda. Hal itu terjadi karena Gerakan Pramuka saat ini tidak mampu menarik perhatian generasi muda.
Oleh karena itu, Dedy mengatakan, harus ada perubahan Gerakan Pramuka. Pramuka harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, tanpa mengurangi substansinya.
Hetifah mengatakan, pramuka harus dan bisa diarahkan jadi salah satu gerakan kepanduan untuk membangun karakter dan nilai kebangsaan. Parlemen, kata Hetifah, mendukung revitalisasi Gerakan Pramuka, tidak hanya melalui Undang-Undang (UU) Gerakan Pramuka yang lahir pada 2010, tetapi juga alokasi anggaran.
Hetifah mencontohkan, dari 26 program yang ada di APBNP Tahun 2011, 25 program terkait dengan Gerakan Pramuka. Ia mengatakan, saat ini pramuka hanya bersifat pilihan. Hal itu yang menyebabkan partisipasi siswa atau sekolah rendah atau tidak semasif Gerakan Pramuka dulu.
Oleh karena itu, dia mengatakan, perlu dipikirkan kembali mewajibkan pendidikan Pancasila atau Gerakan Pramuka dimasukkan lagi ke dalam kurikulum dan kegiatan di sekolah bila memang menginginkan pramuka jadi instrumen utama bagi pendidikan karakter dan kebangsaan. (Penulis : Andreas Piatu/Wahyu Dramastuti/Ruhut Ambarita/Naomi Siagian )
Sumber: www.sinarharapan.co.id